Selasa, 09 September 2025

Lonjakan Kasus Chikungunya 2025 Ancam Stabilitas Kesehatan Nasional

Lonjakan Kasus Chikungunya 2025 Ancam Stabilitas Kesehatan Nasional
Lonjakan Kasus Chikungunya 2025 Ancam Stabilitas Kesehatan Nasional

JAKARTA - Penyakit chikungunya kembali menjadi perhatian dunia. Hingga Juli 2025, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) mencatat lebih dari 240 ribu kasus di 119 negara dengan 90 kematian di 16 negara. Situasi ini menegaskan bahwa penyebaran virus chikungunya (CHIKV) bukan lagi isu lokal, melainkan ancaman global yang juga dirasakan Indonesia.

Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, dua spesies yang sudah akrab di lingkungan kita karena juga menjadi penyebab demam berdarah dengue (DBD).

Di Indonesia sendiri, catatan Kementerian Kesehatan menunjukkan ada 6.049 kasus chikungunya sepanjang 2023, dengan Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai provinsi dengan jumlah terbanyak, yaitu 1.552 kasus. Walaupun belum ada laporan kematian akibat chikungunya di Indonesia, jumlah suspek pada 2025 meningkat drastis, menandakan potensi penyebaran semakin luas.

Baca Juga

Film Pangku Reza Rahadian Angkat Kisah Perempuan Tangguh Indonesia

Hingga Agustus 2025, empat provinsi mencatat lebih dari 14 ribu kasus suspek, dengan Jawa Barat menjadi wilayah tertinggi yaitu 6.674 kasus. Kondisi ini menjadi sinyal serius yang tidak boleh diabaikan.

Chikungunya Bukan Sekadar Demam Biasa

Gejala utama chikungunya meliputi demam, ruam, hingga nyeri otot dan sendi mendadak yang bisa melumpuhkan aktivitas. Masa inkubasi virus berlangsung 4–8 hari setelah gigitan nyamuk, dengan pemulihan biasanya 1–2 minggu.

Namun, tidak semua penderita menunjukkan gejala jelas. Pada sebagian kasus, infeksi justru tidak menimbulkan tanda apa pun, sehingga berpotensi mempercepat penyebaran.

Meskipun jarang berakibat fatal, dampak chikungunya bisa berkepanjangan. Banyak pasien mengalami nyeri sendi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah infeksi mereda, kondisi yang dikenal masyarakat sebagai flu tulang atau demam tulang. Dalam kasus langka, virus ini dapat mengakibatkan komplikasi serius, termasuk gangguan retina yang berujung pada hilangnya penglihatan.

Mengapa Wabah Ini Cepat Menyebar?

Ada beberapa faktor yang mempercepat merebaknya wabah chikungunya. Pertama, habitat nyamuk Aedes yang mudah berkembang biak di genangan air bersih di pemukiman padat. Kedua, perubahan iklim yang memperluas jangkauan nyamuk, sehingga daerah-daerah sejuk pun kini rentan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan evolusi virus juga berperan besar dalam penyebarannya. Ditambah lagi mobilitas manusia dan kemudahan perjalanan internasional, virus dapat berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain dengan cepat.

Urbanisasi yang tidak terencana semakin memperburuk kondisi. Studi pada 2025 dalam Acta Tropica menemukan bahwa kota padat penduduk dengan sanitasi buruk menjadi lokasi ideal bagi nyamuk sekaligus manusia, menciptakan kombinasi sempurna bagi wabah menyebar secara eksplosif.

Tantangan Diagnostik di Indonesia

Salah satu kendala terbesar dalam mengendalikan chikungunya adalah kesulitan diagnosis. Gejalanya sering disalahartikan sebagai demam berdarah, tifoid, atau leptospirosis. Bahkan nyeri sendi yang menjadi ciri khas pun tidak bisa dijadikan pembeda utama.

Penelitian INA-RESPOND menemukan bahwa dari 1.089 sampel darah pasien, sebanyak 40 di antaranya positif chikungunya meskipun awalnya didiagnosis keliru oleh tenaga medis. Fakta ini menegaskan perlunya alat diagnostik lebih akurat agar kasus tidak terlewat dan penanganan lebih tepat.

Pemerintah sendiri telah menyusun Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Demam Chikungunya di Indonesia serta menggelar sosialisasi hingga webinar untuk tenaga kesehatan, agar deteksi dini lebih optimal.

Namun, hingga kini belum ada antivirus khusus. Penanganan masih bersifat suportif, berupa pemberian obat untuk meredakan nyeri dan gejala lainnya.

Perlu Strategi Menyeluruh

Meningkatnya jumlah kasus chikungunya menuntut pemerintah bergerak cepat dengan strategi menyeluruh. Sistem surveilans epidemiologi yang terintegrasi secara real-time dari puskesmas hingga pusat sangat diperlukan. Dengan begitu, data bisa menjadi dasar sistem peringatan dini yang aktif.

Selain itu, investasi pada akses tes diagnostik harus ditingkatkan, terutama agar tenaga medis dapat membedakan chikungunya dengan penyakit serupa. Pemanfaatan teknologi seperti penginderaan jarak jauh dan kecerdasan buatan (AI) juga dapat membantu memetakan wilayah rawan penularan.

Tidak kalah penting adalah keterlibatan masyarakat melalui program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M: menguras, menutup, dan mendaur ulang barang bekas. Edukasi berkelanjutan hingga tingkat rukun warga (RW) perlu diperluas agar kesadaran kolektif meningkat.

Selain itu, riset inovatif seperti teknologi Wolbachia—bakteri yang dimasukkan ke tubuh nyamuk Aedes untuk melemahkan virus—dapat menjadi senjata baru dalam pengendalian.

Kerja sama lintas sektor antara pemerintah, peneliti, dan masyarakat akan menentukan kemampuan Indonesia menekan penyebaran chikungunya di masa depan.

Wabah chikungunya telah menempatkan Indonesia dalam posisi siaga. Meski belum menelan korban jiwa di dalam negeri, tren peningkatan kasus menunjukkan perlunya kewaspadaan tinggi. Tanpa strategi pengendalian yang tepat dan kolaborasi semua pihak, wabah ini berpotensi menimbulkan dampak lebih luas.

Kini saatnya pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat bahu-membahu memperkuat pertahanan menghadapi ancaman virus chikungunya, sebelum terlambat.

Nathasya Zallianty

Nathasya Zallianty

wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Daftar Harga HP Oppo Terbaru September 2025 di Indonesia

Daftar Harga HP Oppo Terbaru September 2025 di Indonesia

Daftar Harga HP Vivo dan iQoo Terbaru 2025 di Indonesia

Daftar Harga HP Vivo dan iQoo Terbaru 2025 di Indonesia

Bocoran Spesifikasi iPhone 17 Series Jelang Perilisan

Bocoran Spesifikasi iPhone 17 Series Jelang Perilisan

Samsung Galaxy S25 FE Hadir dengan Harga Lebih Terjangkau

Samsung Galaxy S25 FE Hadir dengan Harga Lebih Terjangkau

Infinix Hot 60 Pro Plus, HP Rp2 Jutaan dengan Fitur Premium

Infinix Hot 60 Pro Plus, HP Rp2 Jutaan dengan Fitur Premium