JAKARTA - Banyak masyarakat masih salah kaprah ketika membeli token listrik. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa membeli token Rp100.000 berarti otomatis mendapatkan 100 kWh listrik. Padahal, kenyataannya tidak sesederhana itu. Jumlah kWh yang masuk ke meteran pelanggan ditentukan oleh beberapa faktor penting, terutama tarif dasar listrik (TDL) dan Pajak Penerangan Jalan (PPJ) di masing-masing daerah.
Dengan memahami cara hitungnya, pelanggan bisa lebih cermat memperkirakan kebutuhan listrik bulanan. Perhitungan ini juga membantu mengatur pengeluaran rumah tangga agar tidak membengkak.
Token Listrik dan Mekanisme Perhitungannya
Sistem prabayar PLN membuat pelanggan membeli sejumlah kWh terlebih dahulu dalam bentuk token. Token ini kemudian dimasukkan ke meteran untuk bisa dipakai sesuai kebutuhan. Namun, nilai rupiah yang dibayarkan tidak sepenuhnya berubah menjadi kWh. Ada dua komponen yang memengaruhi hasil akhir, yaitu:
Tarif Dasar Listrik (TDL)
Tarif yang ditetapkan pemerintah untuk tiap golongan daya. Angkanya berbeda-beda, tergantung besaran daya listrik di rumah atau tempat usaha pelanggan.
Pajak Penerangan Jalan (PPJ)
Pajak ini ditetapkan pemerintah daerah. Besarnya bervariasi antara 3–10 persen dari nilai pembelian token. Nilai PPJ dipotong terlebih dahulu sebelum dikonversi menjadi kWh.
Dengan demikian, semakin besar tarif dasar listrik dan pajak daerah, semakin sedikit kWh yang didapat untuk nominal pembelian yang sama.
Rumus Praktis Menghitung Token
Rumus sederhana menghitung jumlah kWh yang akan diperoleh adalah:
(Nominal Token – PPJ) ÷ Tarif Dasar Listrik = Jumlah kWh
Untuk memperjelas, berikut contoh perhitungannya.
Seorang pelanggan di Jakarta membeli token Rp100.000 dengan daya 1.300 VA. Tarif dasar listrik untuk golongan ini adalah Rp1.444,70/kWh. Sementara itu, PPJ di Jakarta dipatok 3 persen.
Langkah perhitungannya:
Nominal token: Rp100.000
PPJ 3 persen: Rp3.000
Sisa setelah dipotong PPJ: Rp97.000
Tarif dasar listrik: Rp1.444,70/kWh
Maka:
Rp97.000 ÷ Rp1.444,70 = 67,14 kWh
Artinya, saldo listrik yang masuk ke meteran adalah sekitar 67,14 kWh, bukan 100 kWh.
Tarif Listrik Nonsubsidi 2025
Agar masyarakat bisa menghitung sendiri kebutuhan listriknya, berikut tarif listrik PLN terbaru tahun 2025 untuk pelanggan nonsubsidi:
R-1/TR 900 VA: Rp1.352/kWh
R-1/TR 1.300 VA: Rp1.444,70/kWh
R-1/TR 2.200 VA: Rp1.444,70/kWh
R-2/TR 3.500–5.500 VA: Rp1.699,53/kWh
R-3/TR 6.600 VA ke atas: Rp1.699,53/kWh
B-2/TR (6.600 VA–200 kVA): Rp1.444,70/kWh
P-1/TR (kantor pemerintah 6.600 VA–200 kVA): Rp1.699,53/kWh
P-3/TR (penerangan jalan umum di atas 200 kVA): Rp1.699,53/kWh
Melalui data ini, pelanggan dapat memperkirakan dengan lebih akurat berapa kWh yang diperoleh sesuai daya listrik rumah atau bangunannya.
Manfaat Memahami Perhitungan Token
Memahami perhitungan token listrik bukan hanya membantu menghindari kebingungan, tetapi juga memberi manfaat lain, antara lain:
Perencanaan anggaran rumah tangga lebih terukur. Pelanggan bisa memperkirakan berapa kWh yang cukup untuk kebutuhan bulanan.
Penggunaan listrik lebih efisien. Jika diketahui saldo cepat habis, pelanggan dapat mengevaluasi kebiasaan konsumsi listrik.
Mencegah salah paham. Banyak yang mengira saldo berkurang karena ada kesalahan sistem, padahal faktor tarif dan pajak menjadi penyebab utama.
Dengan pemahaman ini, masyarakat bisa lebih bijak menggunakan listrik sekaligus menghemat pengeluaran.
Kesimpulannya, pembelian token listrik tidak otomatis setara dengan jumlah kWh yang sama besarnya dengan nominal rupiah. Faktor tarif dasar listrik dan pajak penerangan jalan membuat angka yang masuk ke meteran lebih kecil. Misalnya, untuk pelanggan daya 1.300 VA di Jakarta, pembelian token Rp100.000 menghasilkan sekitar 67 kWh.
Pemahaman sederhana ini sangat membantu pelanggan dalam mengatur konsumsi energi dan menjaga stabilitas keuangan rumah tangga.