JAKARTA – Tren penurunan harga batu bara terus berlanjut hingga mencapai titik terendah dalam beberapa tahun terakhir. Pada 17 Februari 2025, harga batu bara Newcastle untuk Februari 2025 mengalami penurunan sebesar US$ 0,75, mencapai angka US$ 102 per ton. Kondisi serupa juga tercatat pada harga batu bara untuk kontrak Maret dan April 2025, masing-masing turun menjadi US$ 104,6 per ton dan US$ 106,75 per ton. Penurunan ini menggambarkan kekhawatiran pasar tentang pasokan yang berlebihan.
Koreksi harga juga terjadi pada batu bara Rotterdam, dengan harga untuk Februari 2025 turun US$ 1,95 menjadi US$ 99,5 per ton. Untuk kontrak Maret dan April 2025, harga masing-masing anjlok sebesar US$ 3,35 dan US$ 3,05, dengan harga akhir menjadi US$ 96,35 dan US$ 96,3 per ton. Menurut platform data Tradingview, harga batu bara mendekati titik nadir di angka US$ 102 per ton pada Februari, yang merupakan level terendah dalam hampir empat tahun terakhir.
Faktor Penyebab Penurunan Harga
Penurunan ini terutama disebabkan oleh kelebihan pasokan yang lebih dominan dibandingkan permintaan dari konsumen utama. Salah satu faktor utama adalah China, yang telah mengumumkan rencana peningkatan produksi batu bara sebesar 1,5% menjadi 4,82 miliar ton pada 2025, setelah mencatat rekor produksi pada 2024. Dalam upaya memperluas kapasitas penambangan, China berharap untuk mengatasi risiko ketersediaan akibat kebijakan pengurangan emisi karbon dan penutupan tambang karena pelanggaran protokol keselamatan.
Sementara itu, utilitas energi di berbagai negara menghadapi stok batu bara yang semakin melimpah. Menurut laporan, persediaan batu bara meningkat 12% dalam dua bulan yang berakhir pada Oktober. Tren ini menunjukkan bahwa banyak negara mulai mengurangi ketergantungan pada batu bara sebagai sumber energi utama, beralih ke energi alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Di Indonesia, produksi batu bara mencapai rekor tertinggi sepanjang masa sebesar 836 juta ton pada 2024, atau 18% di atas target yang ditetapkan. Lonjakan produksi ini sejalan dengan investasi besar-besaran Indonesia dalam sumber energi alternatif, yang membatasi permintaan batu bara di masa mendatang.
Dampak dan Prospek Industri Batu Bara
Dalam menghadapi situasi ini, sektor industri batu bara dihadapkan pada prospek yang beragam. Di satu sisi, konsumsi batu bara di China masih menunjukkan peningkatan seiring dengan pembangunan pembangkit listrik berbahan dasar batu bara mencapai puncaknya dalam satu dekade terakhir. Namun, tantangan muncul dengan potensi adanya tarif pembalasan baru terhadap LNG dari Amerika Serikat, yang mungkin mempengaruhi dinamika pasar energi global.
Para pengamat industri menyatakan bahwa peningkatan produksi dan penurunan permintaan global berpotensi menekan harga lebih jauh ke depan. Meskipun demikian, sektor batu bara dapat menemukan peluang di pasar-pasar yang masih mengadopsi batu bara sebagai sumber energi utama, meski persaingannya semakin ketat.
Menurut seorang analis energi, "Pasar batu bara sedang mengalami perubahan besar, terutama dengan adanya kebijakan internasional yang semakin ketat terhadap bahan bakar fosil. Namun, batu bara tetap memainkan peran penting dalam pemenuhan kebutuhan energi global, setidaknya dalam jangka pendek hingga transisi energi hijau sepenuhnya tercapai."
Sebagai tambahan, kawasan Asia-Pasifik diperkirakan tetap menjadi pusat aktivitas perdagangan batu bara dalam waktu dekat, meskipun banyak negara telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi emisi karbon.
Penurunan harga batu bara yang signifikan ini menyoroti tantangan mendesak yang dihadapi oleh produsen dan eksportir batu bara di seluruh dunia. Pasokan berlebih dari negara-negara produsen utama, seperti China dan Indonesia, kemungkinan akan terus membebani harga jika tidak diimbangi oleh peningkatan permintaan global. Seiring dengan pergeseran kebijakan energi menuju sumber yang lebih berkelanjutan, industri batu bara dihadapkan pada kebutuhan untuk beradaptasi atau menghadapi risiko penurunan lebih lanjut. Oleh karena itu, strategi inovatif dan diversifikasi produk menjadi prioritas agar tetap relevan di pasar energi yang dinamis.