
JAKARTA - Indonesia masih menghadapi tekanan serius akibat tingginya biaya logistik, yang mencapai 23 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini membuat produk lokal relatif lebih mahal dan mengurangi daya saing Indonesia dibanding negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, menyatakan bahwa meski biaya logistik domestik telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, total ongkos logistik Indonesia tetap jauh lebih tinggi dibanding rata-rata ASEAN. “Turunnya biaya logistik domestik memang signifikan, tapi ketika digabung dengan biaya ekspor, kita masih jauh di atas rata-rata ASEAN,” ujar Shinta.
Saat ini, biaya logistik domestik sekitar 14,2 persen dari PDB, menurun dibanding 23,8 persen pada 2018. Namun, jika ditambahkan biaya logistik ekspor yang menyumbang 8,98 persen PDB, total biaya logistik Indonesia tetap berada di level 23 persen. Beban ini meliputi transportasi, pergudangan, dan distribusi barang, yang hampir tiga kali lipat lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN.
Baca Juga
Dampak Biaya Logistik Tinggi bagi Ekonomi dan UMKM
Biaya logistik yang tinggi menimbulkan sejumlah dampak negatif bagi perekonomian, antara lain menurunkan daya saing produk lokal. Ongkos distribusi yang mahal membuat harga produk domestik lebih tinggi dibanding produk impor maupun produk dari negara tetangga.
Selain itu, biaya produksi meningkat karena perusahaan harus mengalokasikan anggaran lebih besar untuk transportasi, pergudangan, dan distribusi. Hal ini juga menghambat ekspor, terutama bagi produk dengan margin tipis, karena harga akhir barang menjadi kurang kompetitif di pasar global.
UMKM juga terdampak signifikan. Pelaku usaha kecil dan menengah sulit bersaing akibat ongkos logistik yang tinggi, membatasi kemampuan mereka untuk memperluas pasar dan meningkatkan skala produksi. Dengan demikian, efisiensi logistik menjadi kunci untuk memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global dan mendorong pertumbuhan produk domestik.
Upaya Pemerintah dan Sektor Swasta Menekan Biaya
Berbagai langkah telah dilakukan untuk menekan biaya logistik. Pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur transportasi, termasuk jalan tol, pelabuhan, dan bandara, agar distribusi barang lebih cepat dan efisien.
Digitalisasi rantai pasok juga mulai diterapkan melalui platform logistik dan sistem manajemen pergudangan modern, yang membantu menekan biaya operasional. Selain itu, kolaborasi antarperusahaan logistik dan optimalisasi rute distribusi menjadi strategi penting untuk efisiensi.
Shinta Kamdani menekankan bahwa efektivitas langkah-langkah ini masih terbatas tanpa koordinasi yang kuat antara pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga keuangan. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci agar biaya logistik dapat ditekan secara signifikan.
Fokus pada Biaya Logistik Ekspor
Selain logistik domestik, biaya logistik ekspor menjadi faktor penting yang menjaga total ongkos tetap tinggi. Dengan kontribusi 8,98 persen PDB, biaya ekspor mencakup transportasi internasional, bea masuk, kepabeanan, dan jasa pihak ketiga.
“Kita harus memikirkan strategi agar biaya ekspor lebih efisien, sehingga produk Indonesia bisa bersaing di pasar global tanpa mengurangi margin keuntungan,” kata Shinta.
Beberapa upaya efisiensi logistik ekspor meliputi optimalisasi pelabuhan dan terminal ekspor, mempercepat proses bongkar muat, negosiasi tarif transportasi internasional, dan pemanfaatan teknologi digital untuk meminimalkan waktu serta biaya administrasi.
Tantangan dan Peluang ke Depan
Walaupun biaya logistik masih tinggi, terdapat peluang untuk perbaikan. Infrastruktur transportasi terus berkembang, termasuk tol laut, jalan nasional, dan bandara baru di berbagai provinsi, yang dapat menekan biaya distribusi dalam jangka panjang.
Selain itu, inovasi digital dan logistik berbasis teknologi membuka peluang bagi UMKM menekan ongkos operasional dan memperluas jangkauan pasar. Dengan kombinasi kebijakan pemerintah, kolaborasi swasta, dan teknologi, biaya logistik Indonesia diharapkan bisa mendekati standar ASEAN dalam beberapa tahun ke depan.
Meski biaya logistik domestik telah menurun, total ongkos tetap hampir tiga kali lipat lebih tinggi dibanding rata-rata ASEAN. Beban ini menekan daya saing produk lokal, meningkatkan biaya produksi dan ekspor, serta membatasi pertumbuhan UMKM.
Shinta Kamdani menegaskan bahwa masih banyak pekerjaan rumah untuk menekan total biaya logistik agar setara dengan negara-negara ASEAN. Efisiensi transportasi, pergudangan, distribusi, dan ekspor menjadi kunci agar produk Indonesia lebih kompetitif, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan memperkuat posisi negara dalam rantai pasok global.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Suku Bunga Acuan BI: Fungsi, Tujuan dan Cara Kerjanya
- 04 September 2025
2.
Inilah Perbedaan Pajak dan Retribusi Beserta Contohnya
- 04 September 2025
3.
Panduan Lengkap Cara Menghitung Biaya Peluang Beserta Contohnya
- 04 September 2025
4.
Inilah Jenis Pinjaman Pegadaian, Gadai dan Non-Gadai!
- 04 September 2025
5.
6 Cara Mengatur Uang Bulanan 3 Juta & Metode Anggarannya
- 04 September 2025