
JAKARTA - Pasar batu bara internasional kembali menunjukkan pergerakan variatif pada awal Agustus 2025. Di tengah fluktuasi harga yang terjadi, faktor utama pendorong dinamika kali ini berasal dari peningkatan impor China yang signifikan, sementara India justru menurunkan pembeliannya. Kondisi ini memperlihatkan adanya tarik menarik kekuatan pasar antara dua negara pengguna batu bara terbesar di dunia.
Harga batu bara Newcastle untuk kontrak Agustus 2025 naik sebesar US$ 0,25 sehingga menjadi US$ 111,55 per ton. Kontrak September juga ikut menguat tipis sebesar US$ 0,05 menjadi US$ 110,80 per ton. Sebaliknya, harga kontrak Oktober justru mengalami koreksi sebesar US$ 0,50, turun menjadi US$ 111,80 per ton.
Di pasar Rotterdam, tren berbeda terjadi. Harga untuk kontrak Agustus 2025 melemah tipis sebesar US$ 0,10 menjadi US$ 100,30 per ton. Kontrak September terkoreksi lebih dalam, turun US$ 0,75 ke level US$ 99,60, sedangkan kontrak Oktober merosot US$ 0,70 sehingga berada di posisi US$ 100,40 per ton.
Baca Juga
Lonjakan Impor China Jadi Pemicu
Kenaikan harga batu bara Newcastle terutama ditopang oleh lonjakan impor batu bara termal dari China. Pada Agustus 2025, impor negara tersebut diperkirakan mencapai 25,63 juta ton jumlah bulanan tertinggi sejak Desember tahun lalu.
Dari total itu, Indonesia kembali menempati posisi teratas sebagai pemasok utama dengan kontribusi sekitar 16,13 juta ton. Angka tersebut memperpanjang tren Indonesia sebagai sumber impor dominan China selama lima bulan terakhir. Sementara itu, Australia mencatat ekspor 5,84 juta ton, yang menandai kenaikan beruntun dalam tiga bulan terakhir.
Peningkatan impor China ini tidak terlepas dari kondisi produksi domestik yang justru menurun. Pada Juli 2025, produksi batu bara dalam negeri China turun 3,8 persen. Meski demikian, secara kumulatif sepanjang Januari hingga Juli 2025, produksi masih tumbuh 3,8 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Faktor penurunan pada bulan Juli terutama disebabkan oleh langkah pemerintah yang memperketat inspeksi tambang untuk mengendalikan pasokan berlebih. Selain itu, gangguan cuaca ekstrem seperti gelombang panas dan hujan deras turut memengaruhi kelancaran produksi.
Di sisi lain, kebutuhan energi tetap tinggi. Hal ini tercermin dari produksi listrik berbasis Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang naik 4,3 persen secara tahunan (year-on-year) pada Juli. Permintaan yang terus meningkat inilah yang mendorong China mencari tambahan pasokan dari pasar global.
India Justru Menurunkan Impor
Berbeda dengan China, India mengambil langkah sebaliknya. Negara tersebut diproyeksikan hanya mengimpor 9,74 juta ton batu bara pada Agustus 2025. Angka ini turun signifikan dari 11,99 juta ton pada bulan sebelumnya, sekaligus menjadi level terendah sejak Februari 2023.
Penurunan impor ini tidak lepas dari melonjaknya produksi listrik berbasis energi terbarukan. Pada Agustus, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di India mencatat peningkatan produksi hingga 22,4 persen, sedangkan listrik berbasis angin dan surya naik 14,4 persen.
Kenaikan kapasitas energi terbarukan inilah yang membuat ketergantungan India terhadap batu bara mulai berkurang, setidaknya dalam jangka pendek. Kondisi ini juga memberikan dampak terhadap pola perdagangan global, sebab berkurangnya permintaan dari India berpotensi mengalihkan pasokan ke negara lain, termasuk China yang sedang agresif meningkatkan impornya.
Arah Pasar Global
Dinamika antara China dan India memberikan gambaran menarik tentang arah pasar batu bara dunia. Di satu sisi, lonjakan impor China memberikan dorongan positif bagi harga, khususnya di pasar Newcastle. Namun, melemahnya permintaan dari India memberi tekanan tersendiri, yang tercermin dari turunnya harga di pasar Rotterdam.
Ringkasnya, faktor-faktor yang memengaruhi pergerakan harga kali ini dapat dilihat dalam poin-poin berikut:
Impor China naik tajam ? mendorong harga batu bara Newcastle menguat.
Produksi domestik China menurun ? mengurangi pasokan, sehingga memperkuat dorongan kenaikan harga.
Permintaan India melemah ? membuat sebagian pasokan kembali mengalir ke pasar lain, termasuk Indonesia sebagai eksportir utama.
Harga di Rotterdam terkoreksi ? menunjukkan tekanan lebih terasa di kawasan Eropa.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun pasar batu bara global masih bergantung pada permintaan dua negara besar, arah pergerakannya tidak selalu seragam. China saat ini menjadi motor penggerak harga, sedangkan India mulai mengurangi ketergantungan dengan memperluas pemanfaatan energi terbarukan.
Dengan situasi tersebut, pelaku pasar harus terus mencermati perkembangan impor China yang berpotensi tetap tinggi, terutama jika produksi domestik masih menghadapi kendala. Di saat yang sama, tren transisi energi di India dapat menjadi faktor pengimbang yang menahan laju kenaikan harga di pasar global.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Suku Bunga Acuan BI: Fungsi, Tujuan dan Cara Kerjanya
- 04 September 2025
2.
Inilah Perbedaan Pajak dan Retribusi Beserta Contohnya
- 04 September 2025
3.
Panduan Lengkap Cara Menghitung Biaya Peluang Beserta Contohnya
- 04 September 2025
4.
Inilah Jenis Pinjaman Pegadaian, Gadai dan Non-Gadai!
- 04 September 2025
5.
6 Cara Mengatur Uang Bulanan 3 Juta & Metode Anggarannya
- 04 September 2025